Selasa, 26 Agustus 2008

Ibuku matahariku

Saya tengok jam di Hp, 2: 36 AM . Masih panjang waktu untuk menunggu subuh. Alhamdulillah pagi ini saya bangun malam, sangat lebih awal. Biasanya jam segini saya baru memulai “munajat cinta” saya dengan Sang Khalik. Tapi berhubung hari ini saya agak susah untuk memejamkan mata, walhasil sedari malam tadi saya hanya bisa tidur sebentar lalu bangun, tidur, bangun, danbegitulah seterusnya, daripada kepala saya pening saya memutuskan untuk lebih awal berqiyamul lail saja.

Seharusnya waktu yang lumayan luang ini, saya bisa memanfaatkannya dengan menambah hafalan atau membaca baca buku, tapi kali ini saya enggan….Lagi agak kurang mood saja, menurut saya daripada ga ada yang nyangkut, mending tak usah. Lagipula saat ini saya masih tetap ingin menekuri sajadah, mereview kejadian-kejadian beberapa hari belakangan. Saya tengok keluar jendela, hujan semalam masih menyisakan bulir-bulir gerimisnya. InsyaAllah seperti kataNYa, di saat hujan adalah waktu yang utama untuk berdoa, terlebih ini sepertiga malam yang terakhir. Kali ini review hardisk otak saya berhenti pada kejadian beberapa hari belakangan pada sesosok wajah seseorang yang melahirkan saya,wanita tangguhku. Tak bisa saya tahan lagi, beberapa anak sungai mata saya memaksa untuk keluar, demi mengingat semuanya. Berawal dari suara dering telepon ibu beberapa hari yang lalu, Waktu itu ibu menanyakan, “kapan saya pulang?”. Ah...saat itu tak sempat saya tengok perasaannya, tapi sekonyong konyong saja saya jawab “belum sempat bu”, jadwalnya ga memungkinkan untuk saya pulang, waktu itu Ibu saya Cuma bisa “nerimo’, sampai sore tadi ketika ibu kembali menanyakan “kepulanganku”, saya masih belum menyentuh sudut hatinya..hingga ketika jawaban yang sama kugulirkan, orangtua mana yang tak murka, Ibuku meminta dengan sangatnya agar saya pulang, tapi saya masih sempat beralasan ini dan itu. . mungkin saya menyinggung hati ibu, akhirnya keluarlah kata-kata itu,, "sepertinya saya tak memikirkan orangtua" bla-bla bla..Deg!! Rasa-rasanya kalimat-kalimat yang keluar begitu lancarnya dari mulut ibu saya, saya yakin! itulah sejatinya perasaannya selama ini.

Gusti Allah, aku memohon ampun padaMu.

jelas saya begitu merasa bersalahnya. Padahal Jarak tempat saya biasa bernaung dengan rumah asli jika ditempuh dengan kendaraan, paling hanya sekitar 45 menit. Tapi mungkin saya memang “begitu jahatnya’ untuk sekedar pulang satu minggu sekali saja, saya tak sempat atau tepatnya mungkin “tak menyempatkan”. Wajar saja jika orangtua saya “protes” , hingga mungkin kemarin puncaknya...Ketika di rumah sedang repot-repotnya "merenovasi" dan ibu meminta saya meluangkan waktu untuk pulang, saya masih belum bisa menyempatkan untuk menengok rumah, padahal ini sudah minggu yang kedua.


bukan, bukan maksud hati tak memikirkan mereka(orangtuaku), tapi entahlah belakangan ini rasa-rasanya saya yang sedang tak bisa mengatur waktu. padahal dulu waktu saya jauh berada di seberang pulau, saya sering merengek rengek untuk sebulan sekali pulang.
Bagi saya ibu saya adalah matahari buat saya, pelindung sejatiku. ..............

(To be continue)

Tidak ada komentar: