Jumat, 29 Agustus 2008

bangkit negeriku, harapan itu masih ada!

Bangkitlah Negriku

Tatap tegaklah masa depan
Tersenyumlah tuk kehidupan
Dengan cinta dan sejuta asa
Bersama membangun Indonesia

Pegang teguhlah kebenaran
Buang jauh nafsu angkara
Berkorban dengan jiwa dan raga
Untuk tegaknya keadilan

Bangkitlah negeriku harapan itu masih ada
Berjuanglah bangsaku jalan itu masih terbentang

Bangkitlah negeriku harapan itu masih ada
Berjuanglah bangsaku jalan itu masih terbentang

Selama matahari bersinar
Selama kita terus berjuang
Selama kita satu berpadu
Jayalah negeriku jayalah!

--------------------------------------------
Sebetulnya Itu hanyalah salah satu lirik nasyid dari shoutul harokah..
Tapi lihatlah, resapilah liriknya, saya sendiri jika sedang begitu menghayatinya, saya begitu larut...
larut dalam semangat juang yang begitu mengelegak, hingga menitikan airmata

Kalau kata pepatah jepang "Ku Wa Raku No Tane"
kalau mau masih menyimpan harapan, tentu! tentu harus bersusah susah dahulu,
sekarang ini saya fikir bangsa kita memang sedang harus bersusah susah dahulu
tapi kita harus tetap yakin bahwa harapan itu, harapan bahwa kita masih punya mimpi besar
menjadi bangsa yang kita idam-idamkan
pasti, pasti! masih ada
ya harapan itu pasti masih ada...

dan ditangan kitalah kawan!, ditangan kita, harapan yang sekarang merenda menjadi benang kusut itu kita wujudkan, kita urai benang kusut itu sesuai kemampuan apa yang kita miliki, dengan segenap fikiran, tenaga, dan sebisanya kita..
saya yakin harapan itu pasti masih ada!
bangkitlah negeriku,
Harapan itu pasti masih ada!

Kamis, 28 Agustus 2008

Berbuat Lebih Banyak!

"saya beruntung karena mampu mewujudkan lebih banyak mimpi saya ketimbang kebanyakan orang (George Soros)"
Kalimat itu memang keluar dari mulut seotang Yahudi nomor Wahid, sejatinya musuh kita yang harus kita perangi, tetapi lihatlah disini kandungan sebuah energi maknanya,
Pantas saja, bangsa yahudi selalu bisa lebih unggul, selalu bisa menang, karena mereka punya semangat itu, punya kecintaan yang maha dahsyat terhadap agamanya.( Terlepas dari itu menurut kita benar atau salah), atau kalo boleh jujur berpendapat. saya yakin apa yang mereka fahami adalah salah. Tetapi yang jelas mereka yang berasal dari bangsa kera saja punya kecintaan yang maha dahsyat terhadap apa yang mereka yakini, sehingga menggelegarlah menjadi semangat yang membabi buta, menjadikan yang haram menjadi halal, menghalalkan segala cara untuk mewujudkan keinginannya.

Lebih jauh saya berkaca, ternyata memang setiap manusia yang meyakini kebenaran apa yang diyakininya. Itulah yang kemudian yang mendiaspora menjadi rentetan setiap bulir semangat. Terlepas dari salahnya pemaknaan, penempatan yang tidak seharusnya dan tujuan yang berbeda beda. Jadi, jika bangsa yahudi atau musuh-musuh islam saja yang entah karena motivasi apa, mereka begitu dengan bahu membahunya berbuat lebih banyak untuk bangsanya, apalagi kita sebagai manusia muslim, yang Allah pun sudah jelas menggariskan untuk apa kita hidup di dunia. Seyogyanya kontribusi, dedikasi amal kitalah yang senantiasa diharapkan dari tangan-tangan para manusia yang masih mau berbuat lebih banyak untuk ummat, dan tentu saja untuk Bangsa kita yang begitu kita cintai ini.

Malu rasnya kalau kita belum mampu berbuat banyak, tapi hanya sekedar menjadi kritikus tanpa solusi..
menurut saya, kita bisa memulainya dengan bermimpi,ya ..MIMPI BESAR UNTUK UMMAT!
tapi bukan sekedar mimpi di siang bolong tentu!, melainkan mimpi-mimpi besar kita, yang sama-sama kita jalin menjadi untaian indah sebuah harapan bangsa,menggelegak gelegak dan mendiaspora lagi menjadi kontribusi amal kita!

sebuah dedikasi nyata untuk umat, seperti yang salah satu "tokoh bangsa" kita bilang dalam salah satu kampanyenya. "Hidup adalah perbuatan", tetapi kalau kata saya hidup adalah dedikasi dan kontribusi!. karena kalau sekedar perbuatan, bisa saja perbuatan buruk atau baik, dan tidur pun adalah perbuatan,right?

hehe, maap ya pa?

sekali lagi, berbuatlah lebih banyak untuk ummat.semangat!

Selasa, 26 Agustus 2008

Ibuku matahariku

Saya tengok jam di Hp, 2: 36 AM . Masih panjang waktu untuk menunggu subuh. Alhamdulillah pagi ini saya bangun malam, sangat lebih awal. Biasanya jam segini saya baru memulai “munajat cinta” saya dengan Sang Khalik. Tapi berhubung hari ini saya agak susah untuk memejamkan mata, walhasil sedari malam tadi saya hanya bisa tidur sebentar lalu bangun, tidur, bangun, danbegitulah seterusnya, daripada kepala saya pening saya memutuskan untuk lebih awal berqiyamul lail saja.

Seharusnya waktu yang lumayan luang ini, saya bisa memanfaatkannya dengan menambah hafalan atau membaca baca buku, tapi kali ini saya enggan….Lagi agak kurang mood saja, menurut saya daripada ga ada yang nyangkut, mending tak usah. Lagipula saat ini saya masih tetap ingin menekuri sajadah, mereview kejadian-kejadian beberapa hari belakangan. Saya tengok keluar jendela, hujan semalam masih menyisakan bulir-bulir gerimisnya. InsyaAllah seperti kataNYa, di saat hujan adalah waktu yang utama untuk berdoa, terlebih ini sepertiga malam yang terakhir. Kali ini review hardisk otak saya berhenti pada kejadian beberapa hari belakangan pada sesosok wajah seseorang yang melahirkan saya,wanita tangguhku. Tak bisa saya tahan lagi, beberapa anak sungai mata saya memaksa untuk keluar, demi mengingat semuanya. Berawal dari suara dering telepon ibu beberapa hari yang lalu, Waktu itu ibu menanyakan, “kapan saya pulang?”. Ah...saat itu tak sempat saya tengok perasaannya, tapi sekonyong konyong saja saya jawab “belum sempat bu”, jadwalnya ga memungkinkan untuk saya pulang, waktu itu Ibu saya Cuma bisa “nerimo’, sampai sore tadi ketika ibu kembali menanyakan “kepulanganku”, saya masih belum menyentuh sudut hatinya..hingga ketika jawaban yang sama kugulirkan, orangtua mana yang tak murka, Ibuku meminta dengan sangatnya agar saya pulang, tapi saya masih sempat beralasan ini dan itu. . mungkin saya menyinggung hati ibu, akhirnya keluarlah kata-kata itu,, "sepertinya saya tak memikirkan orangtua" bla-bla bla..Deg!! Rasa-rasanya kalimat-kalimat yang keluar begitu lancarnya dari mulut ibu saya, saya yakin! itulah sejatinya perasaannya selama ini.

Gusti Allah, aku memohon ampun padaMu.

jelas saya begitu merasa bersalahnya. Padahal Jarak tempat saya biasa bernaung dengan rumah asli jika ditempuh dengan kendaraan, paling hanya sekitar 45 menit. Tapi mungkin saya memang “begitu jahatnya’ untuk sekedar pulang satu minggu sekali saja, saya tak sempat atau tepatnya mungkin “tak menyempatkan”. Wajar saja jika orangtua saya “protes” , hingga mungkin kemarin puncaknya...Ketika di rumah sedang repot-repotnya "merenovasi" dan ibu meminta saya meluangkan waktu untuk pulang, saya masih belum bisa menyempatkan untuk menengok rumah, padahal ini sudah minggu yang kedua.


bukan, bukan maksud hati tak memikirkan mereka(orangtuaku), tapi entahlah belakangan ini rasa-rasanya saya yang sedang tak bisa mengatur waktu. padahal dulu waktu saya jauh berada di seberang pulau, saya sering merengek rengek untuk sebulan sekali pulang.
Bagi saya ibu saya adalah matahari buat saya, pelindung sejatiku. ..............

(To be continue)

Guruku, muridku

Pagi ini saya memulai aktifitas dengan perasaan yang masih diliputi ketidaknyamanan atas kejadian kemarin siang disekolah. Tapi, toh saya sudah menyerahkan semuanya pada Allah, lagipula sedikit beban itu sudah sedikit menggelepar atas munajat ku dini hari tadi. Bismillah saja…, dan saya berusaha datang ke sekolah sepagi mungkin. Menghilangkan sedikit duka dengan mengumbar senyum ke anak-anak dan beberapa wali murid yang telah tiba lebih dahulu disekolah, Obat yang mujarab ternyata. Buktinya sekarang perasaanku sudah sedikit nyaman, Alhamdulillah…. Tapi ups,saya tengok di sudut luar kelas ada saah satu murid saya Gilang Rifky yang sedang tersedu-sedu, hummm pemandangan yang hampir tiap hari disuguhkan buat guru-guru kelas 1, tangisan anak-anak. (wah, pagi-pagi begini aku sudah harus berjuang fikirku). Bismillah ya Allah, beri hamba kekuatan…

Saya hampiri Gilang, saya berikan senyuman termanis(hehe) dan mendekapnya. Mencoba membujuknya untuk masuk ke kelas dan mengalihkan kesedihannya yang usut punya usut karena ditinggal “sang papah yang mengantar”. Sengaja saya berbicara ngalor ngidul demi mengalihkan kesedihannya. Dari menanyakan warna sepatu, kenapa ini dan itu. Alhamdulillah… tangisnya reda, dan mau masuk ke kelas. Terima kasih Rabb..

Sebetulnya hari ini saya tidak ada jadwal mengajar di SDIT, bahkan jam 10 nanti saya mengajar di Sekolah Tinggi Teknologi BAJA. Tapi saya fikir, dari jam 7 ini sampai kira-kira jam 9.30 nanti saya masih cukup waktu untuk menemani anak-anak kelas 1 Madinah. Jam pertama pun dimulai, anak-anak memulai pelajaran “Menulis Halus”, yang digawangi oleh Bu Neneng. Saya mencoba membantu Bu Neneng, mengkondisikan anak-anak yang di kelas 1 Madinah ini, rata rata susah sekali untuk belajar. Mereka memang bukan anak yang bodoh,saya yakin itu. Hanya perlu penanganan ekstra saja. Kebanyakan anak-anak ini, belum mau mebaca dan menulis, maka dari tugas saya adalah “bagaimana memantik” semangat mereka. Bukan pekerjaan yang mudah, tentu saja.

Saya pun sudah hafal dengan karakter masing-masing, sepeti Bimo, Miki, Azam,Kholis, dan beberapa lainnya yang sampai 10 menit pelajaran berlangsung pun, sekedar mengeluarkan buku saja tidak. Saya dekati satu persatu mengajaknya “bercanda”, dan mengeluarkan buku-buku mereka. Sekali lagi, bantu hamba ya Allah…

Entah kenapa, hari ini saya merasa begitu bahagianya, anak-anak itu sejatinya merekalah pendidik saya. saya mersa menag!, ya.. melihat senyum anak-anak dan gelak jenakanya sambil mengukir ngukir pensilnya diatas kertas itulah yang membuat saya merasa menang. Terasa hilang lenyap sudah tangis ku semalam, tersapu oleh terkekeh kekehnya Suara miki karena mendapat nilai 100, ikut hanyut rinai air mata ku semalam bersama sorak sorainya Bimo,Azam, dan”anak-anakku” yang lain. Bahkan saya sempat menciumi anak-anak itu (ups! Sedikit saja mereka tumbuh, jelas ini hal yang tak boleh saya lakukan^-^)

Pagi itu setelah merampungkan dhuha, saya berangkat mengajar ke kampus dgn hati terasa ringan, Alhamdulilah…

Jumat, 22 Agustus 2008

Dibuang Sayang

Kira-kira satu setengah tahun yang lalu saya disuruh asisten PR3 untuk mengikuti lomba penulisan essay JAL scholarships, Alhamdulilah... pada bulan maret saya berhasil menyelesaikan tulisan itu tentunya dengan editing my lecturer, Mr. wasinton. coz pada waktu itu info dari dikti penutupan lomba pada awal april, btw ketika saya mengirim tulisan ini ke pihak JAL ternyata infonya salah, lombanya sudah ditutup dari akhir februari. Sempet sedih banget.. terutama udah ngecewain Pak Ton dan Pak margono, t,api emang belum rezeki kali . yup... btw menurut saya tulisan ini (yang  ikut menemani   tulisan tulisan saya yang lain) sayang dibuang jadi mending taro di sini saja,  hehe

THE CHALLENGES FOR THE FUTURE

(Strengthening Mutual Respect and Acceptance in Globalization Era)

Without any doubt, globalization is continuing to become the future of the world. With the progress of globalization, the world is facing unpredicted challenges arising from different capacities of nations around the world to cope with various changes which are taking place very rapidly. It should be acknowledged that the main driving force of globalization is the very fast development of science and technology, which has changed the world into borderless countries in many aspects, yet, not all nations has the same capability to take advantages from this situation. Due to this gap, in reality, only few nations could be considered as technology inventors which cultivate a huge amount of economic profit, while the majority of the nations are positioned no more than as markets, forced to spend more and more of their limited financial resources for new inventions constantly feeding the world. This technological gap has resulted persistent, even wider, economic gap between rich and poor countries carries with it serious threats on the globalization changes. 

Advanced science of technology has been transformed into very sophisticated information technology, enabling the information from around the world to be packed and exchanged very easily, and could be accessed from any place. With the support of such advanced information technology, diversity of the world is revealed like never been before, changing the world into borderless countries. In one hand, this achievement could be constructive since it can be used encourage international community for providing immediate response to help any nation which is facing troubles. In addition, with the aid of advanced information technology, international relationship beyond official terms are developing to touch the level of common societies, enabling the societies to function as strengthening parties of international relationship. It should also be appreciated that advanced information technology has enable the people around the world to share information on the development of science and technology, thus promoting the access for helping the education in many countries. 

However, the globalization era also bears potential threats which require careful judgment by the international community. With the introduction of free market, the products of developed countries are pouring the markets around the world, not limited to the modern system, such as supermarkets, but reaching the traditional markets which previously exist as marketing centre for local or traditional products. On the other hand, more stringent health requirements implemented by many developed countries are frequently used to limit the products of developing countries in entering the developed countries. Such practices have been taken by many people of developing countries as unreasonable exploitation of poor countries by rich countries, resulted in social jealousy which might be transformed into destructive acts such as terrorism which has brought the world into persistent fear. Another concern that should be considered carefully is the very powerful role of economic strength in influencing, even determining, political practices in many countries. For this reason, in many cases, crucial economic dependency have been used by developed countries to influence and control the political practices in many less fortune countries, to ensure that the politics are going in accordance with their interest. Such practice might create the impression of being inferior among the people of developing countries, stirring the emergence of opposition and hostility toward developed countries. 

It is then very obvious that globalization era is the most challenging time the world is facing today, offering the world with good things as well as bad things at the same time. It is undeniable that globalization is widening the gap between the countries in many aspects. Without fair sharing of good things cultivated from globalization era, this trend could turn the world into wild situation, marked by uncontrolled exploitation of poor countries by rich countries. To prevent unwanted impacts of globalization era, it is then crucial for international communities to work together cohesively. For this purpose, strengthening mutual respect and acceptance is the best way, by which positive attitude toward globalization could be developed among international communities. Strengthening mutual respect is considered crucial in recognized the need to appreciate diversity of the world, in many aspects, particularly unique culture of every nation. Equally important, strengthening mutual acceptance is considered importance to develop tolerance among the people around the world, in order to minimize the thought of being inferior or superior which might disturb the harmony between the countries. 

In considering the on going development and challenges emerged from globalization era as described above, the student exchange program established by Japanese Airlines is highly respected. This is the opportunity for young people from different countries to share their real life experience and their thought as well as their ideas on how to bring the world into better tomorrow. In the context of building fair sharing of the world resources, this program will bring mutual respect and acceptance beyond the limit of official affairs down to the young people on whose hands the future of the world is truly laid.

May 16, 2007 

Kamis, 21 Agustus 2008

Abahku tersayang

Saya memandangi sesosok laki-laki yang sedang tertidur pulas itu haru,,,
Ah rambutnya sudah hampir memutih semua, gurat-gurat letih sudah semakin jelas terlihat, keriput tuanya juga sudah berdesak-desakan satu persatu mencoba keluar,, Tapi jujur saya katakan laki-laki itu masih tampak sangat gagah, setidaknya dimata saya, anak-anaknya dan yang pasti bagi ibuku.

Bagi saya, abah memang pahlawan gagah perkasa, maklum di rumah kami(yang dulu ketika kami anak-anaknya masih kecil-kecil, sangat ramai sekali. 8 orang nyawa atau kadang-kadang 9, beserta khadimah) hanya ada 2 orang laki-laki. Yang pertama Abahku, dan yang kedua adik bungsu kami.Jadi karena adikku masih sangat kecil, jelas abahkulah yang paling gagah,
Tapi Sekarang rumah kami, yang menurut saya tidak berukuran kecil, terasa sangat sepi... hampir semua anak-anaknya tidak tinggal di rumah, jadilah tinggal kedua orangtua kami. menikmati masa tuanya,,,

Saya kembali menekuri wajah abah yang sedang tertidur di ruang tivi, jarang-jarang saya punya kesempatan begini, ada keharuan yang menjalar...Ah,, sosok laki-laki itu, yang sampai sekarang ini pun masih bekerja sekuat tenaga demi membahagiakan keluarganya, saya begitu malu sebetulnya, di saat usia abah yang sudah hampir sepuh, saya belum mampu membahagiakannya, bahkan seringnya rasa kecewalah  yang saya hadiahkan untuk Abahku tersayang,,

Kebanyakan orang-orang di saat pensiun, menghabiskan waktunya untuk menikmati usia lanjutnya, tapi tidak demikian dengan "bapakku", setelah ia pensiun dari pekerjaannya, Abah malah masih sempat berbisnis, itu semua beliau lakukan karena memang saya masih punya adik yang mesti dibiayai kuliahnya, belum lagi tuntutan ini dan itu. Itulah yang membuat saya begitu malu, harusnya sayalah yang menanggung beban itu, ternyata saya pun kadang-kadang masih menjadi tanggungan,,

Abahku tersayang..
sosoknya memang tidak sejati sempurnanya seorang ayah, tapi ditangannyalah kami ank-anaknya  diajarkan kegigihan, kesabaran dan kebersahajaan, Ditangannyalah saya dituntunnya mengaji, belajar quran dari huruf-huruf hijaiyah sampai aku bisa hafal-menghafal surat surat pendek. ditanganyalah juga (beserta ibuku) saya belajar baca tulis, al hasil tanpa Tk pun ketika masuk SD saya sudah bisa hitung mengitung dan baca tulis( ah,,, ini bukan bermaksud ujub)

Abahku tersayang...
laki-laki sepuh itu, memang sudah saatnya menikmati masa "sepuhnya"
maafkan anakmu yang belum bisa memberi tetesan  bahagia untuk senyummu
Abahku tersayang ...
masih lekat di otakku, kenanganku semasa kecil dulu.. selalu ada hadiah juga senyum terkembang  untuk kami yang meraih juara. masih terekam jelas juga bagaimana kebiasaan saya sebelum tidur yang selalu meminta ditemani abah dahulu, untuk sekedar mengelus elus pungung, jika tanpa elusan tangan abah, rasa-rasanya saya tak bisa tidur..
Abahku tersayang...
dengan jalan apa, saya bisa menebus semua kesalahan itu?
Rabb... ampuni hamba yang selalu penuh khilaf, menyia nyiakannya...
Allahummaghfirli Dzunubi waliwalidaya warhamhumma kamaa Robbayani Shogiroo