Beberapa waktu yang lalu, saya pernah membaca artikel tentang “kecerdasan perempuan” kurang lebih isinya itu mengatakan bahwa pada dasrnya kecerdasan perempuan itu berada di bawah kecerdasan laki-laki. Ini sudah dibuktikan dengan riset secara genetikanya. Kalau saya cermati, mungkin ini agak berkorelasi juga dengan pernyataan bahwa laki-laki menggunakan 99% logika dan 1 % nya perasaan sedangkan perempuan menggunakan 99% perasaannya selebihnya logika. Itu sebabnya kenapa kaum hawa lebih mudah menggunakan air matanya ketimbang pemikirannnya.
Secara sadar, saya akui ini benar. Tetapi bukan berarti kebenaran ini tak terbantahkan. Karena memang faktanya, manusia itu hanya menggunakan beberapa persen saja tingkat kecerdasan otaknya (3-4%), terlebih lagi kita ketahui bersama bahwa banyak perempuan-perempuan yang menjadi sangat luar biasa di bidangnya masing-masing. Manjadi peneliti, diplomat, guru,politisi, dosen, dst. Ini tak lain karena kapasitas individu yang dimilikinya. Walaupun secara kodrati hukum islam strata perempuan memang di bawah kaum adam. Ini yang harus kita sadari bersama, biar tidak latah terjebak dengan isu-isu feminisme yang ngawur.
Maka dari itu, lebih jauh saya mengajak kaum muslimah untuk sadar diri sepenuhnya akan aset diri yang kita miliki, agar ke depan dimana saat ini, ketika kita sedang berjalan di mihwar siyasi, jaman yang serba keterbukaan, eranya partai. Peran-peran startegis kaum muslimah harus kita kelola betul. Karena muslimah punya aset itu, hanya saja bagaimana kita mengakapitalisasinya menjadi sebuah aset itu tergantung bagaimana individunya.
Memang, seberapa hebatnya seorang perempuan, di rumah perannya tetaplah seorang istri yang taat pada suami, ibu “terbaik” bagi anak-anaknya, teladan bagi seluruh penghuni rumahnya. Ini suatu konsep yang harus menjadi dasar pemikiran kita bersama, ini sudah harus menjadi mind set berfikir bahwasanya bagaimana seorang muslimah sukses di rumah tangga juga sukses dalam dakwahnya.
Karena1 hal yang teramat penting, dunia dakwah hari-hari ini menunggu peran nyata kaum Muslimah dalam mengurusi masalah mereka, dari masalah moral, pendidikan, sosial, kebudayaan, hingga masalah politik yang secara detail tidak bisa diurus, kecuali oleh kaum Muslimah sendiri. Ini yang kita sebut integrasi politik dan dakwah. Afiliasi kita, tentang konsep dasar dakwah, wawasan ke-ilmuan dan kecakapan, sejarah dakwah kaum Muslimah tempo dulu, hingga kajian persoalan kontemporer kaum perempuan. Semua ini menegaskan bahwa para daiyah Muslimah dituntut untuk segera terjun ke medan dakwah agar umat tidak semakin jauh dari agamanya. Namun sayangnya terkadang karena kesibukan seorang perempuan(muslimah) dalam aktifitas ”kerumahtanggan” membuat kita sanagat minim berkontribusi terhadap dakwah, itu sebabnya ada stigma di kalangan ikhwah, bahwa jika ada akhwat yang pemikirannya ”bagus” ketika belum menikah. Lantas ketika 10 tahun kemudian ketika sudah menikah diajak ngomong politik dengan suaminya, gak nyambung. Atau lebih parah lagi, akhwat2 yang sekarang belum mengurusi rumah tangga saja, ketika diajak berdiskusi memikirkan umat sudah ogah-ogahan, gimana nanti ketika sudah punya anak?. Astagfirullahaladzim....
Akhwat wa Ummahati fillah...
Kemampuan kita, tsaqofah kita, pemahaman kita dalam dakwah,dalam tarbiyah ini adalah hal yang utama ketika kita menapaki jalan dakwah ini, dan kemamapuan itu tidak akan pernah bisa berkembang kalau kita sendiri tidak berusaha memompanya sehingga menjadi gemuklah pemahaman kita, wawasan kita tidak meningkat. Kualitas ini diimbangi dengan apa-apa yang keluar dari mulut kita, karena ”makanan yang masuk” dengan apa-apa yang keluar dari mulut kita sangat berkorelasi. Harus kita fahami bersama bahwasanya jumlah massa kaum perempuan sangatlah lebih banyak ketimbang kaum adam. Pun demikian dengan dakwah kita, kuantitas akhwat kita sangat lebih banyak. Ketimbang kader ikhwan. Artinya basis penyokong dakwah kita yang utama secara kuantitas adalah muslimah, Seharusnya, ”idealnya” kuantitas yang banyak ini diimbangi dengan kualitas yang mumpuni. Terlebih sekarang ketika kita memasuki "era saat ini" Kita harus bisa mengakapitalisasi kita sebagai daiyah. menggemukan aset kita sebagai muslimah untuk pemenangan dakwah.
Jadi penempatan posisi kita dalam entitas dakwah amal siyasi adalah yang pertama, peningkatan tsaqofah dahulu. Banyak hal yang bisa dilakukan misalnya dengan banyak membaca, diskusi, mengikuti kajian2,up to date sama perkembangan berita dunia (melek dunia), dan tarbiyah (pendidikan) itulah inti utamanya. Sumber peningkatan tsaqofah kita yang utama adalah tarbiyah.. Kemudian yang kedua, tuntutan dakwahnya adalah ma’rifah medan dakwah, harus di mind set di frame berfikir kita, bahwa kerja kita adalah kerja besar, kita tidak diajarkan untuk menjadi sekedar penuntut, problem speaker tanpa pernah tahu apa yang harus diperbuat, So, jadilah problem solver terhadap permasalahan ummat, permasalahan dakwah dan negara.
Kemudian saya kerucutkan kembali mengenai peran muslimah di daerah masing-masing. di dalam negaranya. Islam adalah Dinun wa Daulah, agama dan Negara. Bagaimana kita menyatukan agama dan negara adalah dengan kita ikut berpartisipasi di dalamnya. Maka Jadilah bagian dari problem solver masalah Ummat itu Ukhtii...
Dan satu yang pasti ukhtii, kemampuan kita yang menentukan adalah kitanya sendiri, maka dari itu kita dituntut untuk meng up grade kemampuan siyasi kita tanpa keluar dari jalur-jalur syari yang manhaji. Allahu’alam Bisshowab..
(with editing)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar